Oleh: Slamet Hambali
Dalam surat Yunus ayat 5, Allah SWT menegaskan bahwa diciptakannya matahari
dan bulan adalah agar manusia mengetahui bilangan tahun (penanggalan) dan
mengetahui ilmu hisab. Kalender hijriyah
secara resmi baru muncul pada tahun ke 17 dari hijrahnya Rasulullah SAW dari
Makkah ke Madinah. Hal ini berkat ide cemerlang sayyidina Ali bin Abi Thalib
yang diterima oleh sayyidina Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua.
Dalam sistem kalender ini, ditetapkan bahwa, tahun hijrahnya Rasulullah SAW sebagai awal tahun Islam, dengan nama tahun hijriyah dan menggunakan sistem kamariyah (berdasarkan peredaran bulan). Sistem yang diterapkan pada masa khalifah sayyidina Umar dalam kalender hijriyah ini adalah hisab urfi, sedangkan untuk penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah menggunakan hasil rukyah.
Pada masa Nabi SAW dan pada masa para sahabat penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tidak pernah ada masalah, kalaupun berbeda, itu disebabkan karena adanya perbedaan dari hasil pengamatan sebagaimana dalam hadits Quraib yang kemudian dijadikan landasan hukum penggunaan matlak.
Dalam sistem kalender ini, ditetapkan bahwa, tahun hijrahnya Rasulullah SAW sebagai awal tahun Islam, dengan nama tahun hijriyah dan menggunakan sistem kamariyah (berdasarkan peredaran bulan). Sistem yang diterapkan pada masa khalifah sayyidina Umar dalam kalender hijriyah ini adalah hisab urfi, sedangkan untuk penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah menggunakan hasil rukyah.
Pada masa Nabi SAW dan pada masa para sahabat penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tidak pernah ada masalah, kalaupun berbeda, itu disebabkan karena adanya perbedaan dari hasil pengamatan sebagaimana dalam hadits Quraib yang kemudian dijadikan landasan hukum penggunaan matlak.
MACAM-MACAM KALENDER.
1. Kalender
Syamsiyah / Solar Calender
Kalender
syamsiyah/solar kalender adalah kalender yang perhitungannya didasarkan kepada
peredaran matahari semu mengelilingi bumi sebagai dampak dari bumi berputar
mengelilingi matahari yang ditempuh selama 365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik.
Kalender
syamsiyah dimulai tahun 46 SM, dengan sebutan tuhun Julian yang berasal dari
kata Julius Caisar (Kaisar Julius), kemudian dengan kelahiran nabi Isa Al-masih
umat Nasrani memberi nama tahun syamsiyah ini dengan sebutan tahun Masehi.
Sistem
kalender syamsiyah (masehi) sampai saat ada dua periode, yaitu periode Julian
dan periode Gregorian (Paus Gregorius XIII). Periode Julian dimulai tahun 46
sebelum masehi dan berakhir pada hari Kamis, 4 Oktober 1582 M. Sedangkan periode
Gregorian dimulai hari Jum’at, 5 Oktober 1582 M hingga sekarang.
Dalam
kalender Julian ditetapkan bahwa, setiap empat tahun terdiri dari tiga tahun
basithah dan satu tahun kabisat. Hal ini disebabkan bahwa, masa bumi
mengelilingi matahari (pada waktu itu, masa matahari mengelilingi bumi) adalah
365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik, yang kemudian oleh Julian dibulatkan
menjadi 365 hari 6 jam atau 365,25 hari, sehingga tahun pertama diberi
umur 365 hari (6jam atau 0,25 hari disimpan), tahun kedua diberi umur
365 (simpanan menjadi 12 jam atau 0,5 hari), tahun ketiga diberi umut
365 hari (simpanan menjadi 18 jam atau 0,75 hari), tahun keempat diberi
umur 366 hari (simpanan 0 jam dan juga 0 hari). Tahun pertama, kedua dan ketiga
disebut tahun basithah, sedangkan tahun keempat disebut tahun kabisat.
Perbedaan satu hari dimasukkan pada bulan Pebruari, untuk tahun basithah bulan
Pebruari berumur 28 hari, sedangkan untuk tahun kabisat bulan Pebruari berumur
29 hari.
Ketetapan
yang dilakukan oleh Julian ini ada bilangan yang terabaikan sebesar 0 jam 11
menit 14,8 detik (365 hari 6 jam dikurangi 365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik).
Dalam masa 128 tahun bilangan yang terabaikan tersebut (0 jam 11 menit 14,8
detik dikalikan 128) akan terkumpul sebanyak 23 jam 59 menit 34,4 detik (1 hari
kurang 25,6 detik). Oleh karena itu pada tahun 325 M saat consili II di Necia
penanggalan Julian diadakan perubahan dengan melakukan loncatan 3 hari, namun
sayang tepatnya pada tanggal berapa, tidak tercatat dalam sejarah.
Kalender
Gregorian tidak lain adalah bersifat menyempurnakan terhadap kalender Julian. Karena
kalender Julian itu selalu didalam 4 tahun terdiri dari 3 tahun basithah dan 1
tahun kabisat, maka pada hari Kamis, 4 Oktober 1582 M., penanggalan Julian
dinyatakan terlambat 10 hari ((1583-325)/128).
Untuk
mengembalikan kalender syamsiyah (masehi) seiring dengan perjalanan matahari,
Paus Gregorious XIII mengeluarkan dua ketetapan, yaitu:
(1).
Penanggalan dilakukan loncatan 10 hari. Semula hari Kamis, 4 Oktober 1582 M.,
hari berikutnya Jum’at, langsung tanggal 15 Oktober 1582 M.
(2).
Tahun abad atau ratusan yang tidak habis dibagi 400 (tahun: 1700, 1800, 1900,
2100, 2200 dan sebagainya) ditetapkan sebagai tahun basithah (bulan Pebruari
hanya berumur 28 hari).
Berdasarkan
hasil Konferensi Miridian Internasional pada bulan oktober 1884 M di Washington
DC yang dihadiri oleh perwakilan dari 25 negara, yakni: Austria, Brazil,
Hungaria, Chile, Colombia, Costa Rica, Perancis, Jerman, Guatemala, Inggris,
Hawai, Italia, Jepang, Liberia, Meksiko, Belanda, Paraguai, Rusia, San Domingo,
Spanyol, Swedia, Swis, Turki, Venezuela, Salvador dan Amerika Serikat, telah menetapkan
waktu pemersatu secara internasioal, yaitu Green Wich Mean Time (GMT). Untuk
Local Mean Time, ke barat dikurangi ketimur ditambah sebesar jarak bujurnya
dari Green Wich dengan ketentuan setiap
15 derajat adalah 1 jam.
2. Kalender
Kamariyah.
Kalender
kamariyah adalah kalender yang perhitungannya didasarkan kepada peredaran bulan
mengelilingi bumi yang ditempuh selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik.
Di
Indonesia ada dua kalender yang menggunakan acuan kalender kamariyah, yaitu
kalender Hijriyah dan kalender Jawa Islam.
Kalender
Hijriyah adalah kalender kamariyah yang tahunnya terhitung sejak hijrahnya
Rasulullah SAW dari Makkah al-mukarramah menuju Madinah al-munawwarah,
sedangkan tahun Jawa Islam adalah kalender saka yang diIslamkan oleh Sultan
Agung. Tahun Jawa Islam semula adalah syamsiyah yang tahunnya terhitung sejak
tahun 78 M., akan tetapi untuk di Jawa, sejak tahun 1555 Jawa (1043 H / 1633 M)
telah diubah menjadi kamariyah oleh Sultan Agung, sehingga tahun Jawa Islam hampir
seiring dengan kalender hijriyah.
Dalam
kalender Hijriyah ada banyak sistem perhitungan (hisab), yaitu: sistem
perhitungan (hisab) urfi, sistem perhitungan (hisab) hakiki taqribi, sistem
perhitungan (hisab) hakiki bit-tahqiq dan sistem perhitungan (hisab)
kontemporer.
a. Hisab Urfi.
Sistem
perhitngan (hisab) urfi adalah salah satu sistem hisab yang hanya didasarkan
kepada masa ijtima’ rata-rata, 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik, sehingga umur
bulan selalu bergantian antara 30 hari dan 29 hari. Kelebihan 44 menit 2,8
detik dalam waktu 30 tahun terkumpul sebanyak 264 jam (11 hari) lebih 16 menit 48 detik. Oleh sebab itu
dalam hisab urfi untuk masa 30 tahun, ditetapkan yang 11 tahun sebagai tahun
kabisat dan yang 19 tahun sebagai tahun basithah.
Tahun
kabisat jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26 dan 29, selain
tahun-tahun tersebut adalah tahun basithah (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 12, 14, 16,
17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28 dan 30). Tahun kabisat berumur 355 hari (bulan
Dzulhijjah 30 hari), sedangkan tahun basithah berumur 354 hari (bulan
Dzulhijjah 29 hari).
Dalam
proses perhitungannya hisab urfi sangat sederhana, yaitu tahun Hijriyah dibagi
210, hasilnya dibuang, sisanya dibagi 30, hasilnya dikalikan 5, sisanya
dipisahkan untuk tahun kabisat dikalikan 5 dan basithah dikalikan 4. Kemudian
dijumlahkan dan ditambah 1. Jumlahnya dibagi 7, sisanya adalah hari tanggal 1
Muharram tahun yang dihitung. Bulan-bulan setelah Muharram tinggal menambah
perbedaan hari untuk bulan ganji tambah 2 hari, untuk bulan genap tambah 1
hari.
b. Hisab Hakiki Taqribi.
Hisab
hakiki taqribi, adalah salah satu sistem hisab yang pada umumnya hanya berkonsentrasi
pada perhitungan ijtima’/konjungsi, dan perhitungannyapun sangat sederhana
hanya melakukan penjumlahan-penjumlahan dan perkaliannyapun hanya terjadi dua
kali al-bu’d al-ghair al-mu’addal dikalikan 5 menit busur, dan al-bu’d
al-mu’addal dikalikan khishshah as-sa’ah. Kemudian untuk mendapatkan tinggi
bulan cukup jam ghurub dikurangi jam ijtima’, kemudian dikalikan ½ derajat.
Hisab
hakiki taqribi dapat dijumpai dalam banyak kitab falak, yang antara lain: sulamun-nayyirain,
fathur-raufil mannan dan semacamnya, bahkan dalam kitab al-khulashah
al-wafiyyah (K.H. Zubair Umar Al-Jailany) untuk menuju perhitungan ke hisab
hakiki bit-tahqiq juga harus memperhitungkan hisab hakiki terlebih dahulu.
Ijtima’
yang diperoleh dari perhitungan dengan hisab hakiki taqribi biasanya lebih
cepat (awal) dari ijtima’ yang dihitung menggunakan hisab hakiki bittahqiq
ataupun kontemporer.
c. Hisab Hakiki bit-tahqiq.
Hisab
hakiki bit-tahqiq adalah salah satu sistem hisab yang sudah mengunakan
rumus-rumus segitiga bola, yang sudah barangtentu hasilnya lebih teliti
dibanding hisab hakiki taqribi.
Dalam
hisab hakiki bit-tahqiq tidak hanya menghitung ijtima’ akan tetapi juga memperhitungkan
waktu terbenamnya matahari, tinggi matahari saat ghurub, tinggi bulan hakiki
saat ghurub, tinggi bulan mar’i saat ghurub, azimuth matahari, azimuh bulan dan
posisi bulan di suatu tempat. Dengan demikian maka dibutuhkan data-data lengkap
untuk tempat yang dijadikan markaz perhitungan (bujur, lintang dan tinggi
tempat), juga data-data lengkap untuk matahari dan bulan (thul syams, thul
qamar, asensio rekta matahari, asensio rekta bulan, deklinasi matahari dan
bulan, equation of time matahari dan sebagainya).
d. Hisab Hakiki Kontemporer.
Hisab
hakiki kontemporer adalah salah satu sistem hisab yang sudah mutakhir, yang
senantiasa disempurnakan mengikuti dan menyesuaikan keadaan yang sebenarnya.
Sistem hisab ini sangat memudahkan pengguna, karena pada umumnya adalah
menggunakan program, sehingga pengguna tinggal klik klik saja tanpa repot-repot
sudah dapat menghasilkan apa yang dibutuhkan baik yang menyangkut waktu
terbenam matahari, deklinasi matahari, deklinasi bulan, tinggi matahari, tinggi
bulan, azimuth matahari, azimuth bulan sampai elongasi.
3.
Kalender
Kamariyah Syamsiyah (Luni Solar).
Kalender syamsiyah kamariyah (luni solar) adalah sistem kalender
yang perhitungannya didasarkan kepada peredaran matahari semu dan peredaran
bulan. Memadukan antara syamsiyah dan kamariyah, sehingga satu tahun bisa
berumur 354 hari, 355 hari, 383 hari, 384 hari dan 385 hari.
Kalender yang menganut sistem ini antara lain adalah
kalender im yan lik yang sering disebut tahun imlek.
AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN
HADITS-HADITS SERTA PENDAPAT PARA IMAM MADZHAB YANG BERHUBUNGAN DENGAN HISAB
DAN RUKYAH.
A. AYAT-AYAT AL-QUR’AN
YANG BERHUBUNGAN DENGAN HISAB RUKYAT
1.
Surat Yunus ayat 5
هو
الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق
الله ذلك إلا
بالحق
يفصل الآيات لقوم يعلمون
Artinya:
Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui. [2]
2.
Al-Baqarah 185:
فمن
شهد منكم الشهر فليصمه
Artinya:
Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.
3.
Al-Isra’ 12
وجعلنا
الليل والنهار ءايتين فمحونا ءاية الليل وجعلنا ءاية النهار مبصرة لتبتغوا فضلا من
ربكم ولتعلموا عدد السنين والحساب وكل شيء فصلناه تفصيلا
Artinya:
Dan
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam
dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu,
dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan
segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas [3].
4. Al-Baqarah 189:
يسألونك
عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن
البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها واتقوا الله لعلكم تفلحون
Artinya:
Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah
kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya;
dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung [4].
5.
Al-An’aam 96-97
فالق
الإصباح وجعل الليل سكنا والشمس والقمر حسبانا ذلك تقدير العزيز العليم(96)وهو
الذي جعل لكم النجوم لتهتدوا بها في ظلمات البر والبحر قد فصلنا الآيات لقوم
يعلمون(97)
Artinya:
Dia
menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan)
matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.
Dan
Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk
dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan
tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui [5].
6.
Ar-Rahman 5:
الشمس
والقمر بحسبان
Artinya:
Matahari dan bulan (beredar)
menurut perhitungan [6].
7.
Al-Anbiya’ 33:
وهو
الذي خلق الليل والنهار والشمس والقمر كل في فلك يسبحون
Arinya:
Dan
Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya [7].
8. Dan lainnya.
B. HADITS-HADITS YANG
BERHUBUNGAN DENGAN HISAB RUKYAT.
1. عن ابى هريرة رضى الله
عنه قال قال ابوالقا سم صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فإ ن غـبي عـليكم فأ كملوا عـدة شـعـبان ثلاثين ( رواه البخارى
) [8]
Artinya :
Berpuasalah
kalian karena melihat ( rukyah ) hilal, dan berbukalah kalian karena melihat
hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban
tiga puluh ( H.R. Al-Bukhari ).
2. لا تصـوموا حتّى ترواالهلال ولا تفـطروا حتّى تروه فإ ن غـم عـليكم فا فـدرواله
(رواه البخارى ومسلم ) [9]
Artinya:
Janganlah
kalian berpuasa sebelum melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka sebelum
melihatnya. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka perkirakanlah ia (H.R. Al-Bukhari dan Muslim ).
3. صوموا ترؤيته وافطروا
لرؤيته فإ ن غـم عـليكم فا فـدرواله ثلاثين ( رواه مسلم )[10]
Artinya:
Berpuasalah
karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Maka jika ia tertutup awan, maka
perkirakanlah ia tiga puluh. ( H.R. Muslim ).
4. عـن
عبد الرحمن بن زيد بن الخطاب
انه خطب الناس فىاليوم الذي يشك فيه فقال: الا انى جالست اصحاب رسول الله ص م وسالتهم وانهم
حدّ ثونى ان رسول الله ص م قال صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته وانسكوالها، فان غم
عليكم فاكملوا ثلاثينּ فان شهد شاهدان فصوموا
وافطرواּ (
رواه النسائى ) [11]
Artinya:
Dari Abdur
Rahman bin Zaid Al-Khattab sesungguhnya dia berkhutbah dihadapan manusia pada
hari syak ( dibimbangkan padanya ) dia
berkata : Ingatlah sesungguhnya saya duduk bersama para shahabat Rasulullah
SAW. lalu saya bertanya kepada mereka, kemudian mereka bercerita kepadaku :
Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : Berpuasalah kalian karena melihatnya (
hilal ) dan berbukalah karenanya serta beribadah karenanya. Bila tertutup oleh
mendung bagi kalian, maka sempurnakanlah tiga puluh. Kemudian jika telah
disaksikan oleh dua orang saksi, maka berpuasalah dan berbukalah. ( H.R. Nasai ).
عن كريب انّ امّ الفضل بنت الحارث بعثته
الى معاويه بالشام قال׃ فقدمت الشام فقضيت حاجتها
واستهلّ على رمضان وانا بالشام فرايت الهلال ليلة الجمعة ثم قدمت المد ينة فى أخر
الشهر فسألنى عبد الله بن عباس رضى الله عنهما ثم ذ كر الهلال، فقال ׃ متى رايتم الهلال ؟ فقلت : رايناه ليلة الجمعة فقال : انت رايته ؟ فقلت : نعم ، وراه الناس وصاموا وصام معاويه، فقال:
لكنا رايناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه، فقلت : اولا تكتفى برؤية معاويه و صيامه ؟ فقال :
لا، هكذا امرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
( رواه مسلم )[12]
Artinya :
Dari
Kuraib, sesungguhnya dia diutus oleh Ummul-Fadhli binti Al-Harits ke Syam untuk
menemui Mu’awiyah, Dia berkata: Saya sampai di Syam, lalu saya selesaikan
keperluan Ummul-Fadhli. Sewaktu di Syam terjadilah rukyah hilal Ramadhan, saya
melihat hilal pada malam Jum’at, kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir
bulan. Abdullah bin Abbas bertanya kepada saya, dia berkata: kapan kamu melihat
hilal ? saya jawab: saya melihat malam Jum’at. Dia bertanya lagi : engkau
sendiri melihatnya ? Jawab saya: ya, dan
orang banyakpun melihatnya pula lalu mereka berpuasa dan Mu’awiyah juga
berpuasa. Kemudian Abdullah berkata: tetapi kami melihat hilal malam Sabtu,
maka kami tereskan puasa kami sampai sempurna 30 hari atau sampai kami melihat hilal.
Lalu saya bertanya: Apakah tidak cukup dengan hasil rukyat Mu’awiyah dan
puasanya ? Abdullah menjawab: Tidak ! Begitu Rasulullah SAW memerintahkam kami.
HR. Muslim.
C. PENDAPAT PARA ULAMA IMAM MADZHAB
a. Para Imam Madzhab empat sepakat
bahwa awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul hilal atau
istikmal. Perhatikan Al-Fiqh alal Madzahil Ar-ba’ah, Jilid I hal 551 )
b. Demikian juga Imam Nawawi dalam
kitabnya Al-Majmu’ , Jilid IV hal 269.
AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1435 H.
1. AWAL RAMADHAN
1435 H.
Ijtimak Akhir Sya’ban 1435 H. akan
terjadi pada hari Jum’at Paing, 27 Juni 2014 M./29 Sya’ban 1435 H. pk. 15:09:40
WIB. Pada saat pelaksanaan rukyatul hilal hari Jum’at Paing, 27 Juni 2014 M./ 29
Sya’ban 1435 H. ketika matahari terbenam
untuk wilayah Indonesia, hilal terbelah ada yang sudah di atas ufuk dan ada
yang masih di bawah ufuk, antara lain: Merauke -00⁰ 26’
27”, Sabang -00⁰ 15’ 03,
sedangkan untuk Pelabuhan Ratu tinggi bulan mar'i adalah +00⁰ 12’
06”.
Memperhatikan
keadaan hilal akhir Sya’ban 1435 H yang membelah Indonesia menjadi 2 yaitu
positip dan negatip, bahkan mayoritas adalah negatip, termasuk negatip adalah
Negara Bunai Darussalam, Singapura, Malaisia, Timur Tengah termasuk Arab Saudi,
maka penulis mengusulkan 1 Ramadhan 1435 H jatuh hari Ahad Wage, 29 Juni 2014
M.
2. AWAL SYAWAL 1435
H.
Ijtimak Akhir Ramadhan 1435 H. akan
terjadi pada hari Ahad Paing, 27 Juli 2014 M / 29 Ramadhan 1435 H, pukul 05:42:59
WIB. Pada saat pelaksanaan rukyatul hilal pada hari tersebut, yaitu hari Ahad
Paing, 27 Juli 2014 M / 29 Ramadhan 1433 H. ketika matahari terbenam untuk
seluruh wilayah Indonesia dari timur ke barat hilal mar'i sudah positip (di
atas ufuk) antara lain: Merauke +02⁰ 31’ 18”,
Sabang +02⁰ 26’ 56, sedangkan untuk
Pelabuhan Ratu tinggi bulan mar'i adalah +03⁰ 12’ 50”
Mengingat
keadaan hilal akhir Ramadhan 1435 H di seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai
ketinggian di atas 2°, umur di atas 8
jam dan elongasinya sudah mencapai 3°,
maka penulis mengusulkan 1 Syawal 1435 H jatuh hari Senin Pon, 28 Juli
2014 M
[1] Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasioanal
di Majlis Muzakarah Al-Azhar Jakarta,
hari Selasa, 5 Sya’ban 1435 H./3 Juni 2014
M.
[2]
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab
Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1982-1983, hal. 306
[3]
Ibid, hal. 426
[4]
Ibid, hal. 46
[5]
Ibid, hal. 203
[6]
Ibid, hal. 885
[7]
Ibid, hal. 499
[8] Imam Bukhari, Shahih Bukhari,
Juz I, Al Ma’arif, tt, hal.327. Perhatikan juga dari Imam Muslim, Shahih
Muslim, Juz I, Darul Fikri, hal 438.
[9] Ibid.
[10].
Ibid
[12].
Imam Muslim, Shahih Muslim, Op
Cit, hal. 440
Tidak ada komentar:
Posting Komentar