MENENTUKAN AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1435 H


Oleh: Slamet Hambali

    Dalam surat Yunus ayat 5, Allah SWT menegaskan bahwa diciptakannya matahari dan bulan adalah agar manusia mengetahui bilangan tahun (penanggalan) dan mengetahui ilmu hisab. Kalender hijriyah secara resmi baru muncul pada tahun ke 17 dari hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Hal ini berkat ide cemerlang sayyidina Ali bin Abi Thalib yang diterima oleh sayyidina Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua.
    Dalam sistem kalender ini, ditetapkan bahwa, tahun hijrahnya Rasulullah SAW sebagai awal tahun Islam, dengan nama tahun hijriyah dan menggunakan sistem kamariyah (berdasarkan peredaran bulan). Sistem yang diterapkan pada masa khalifah sayyidina Umar dalam kalender hijriyah ini adalah hisab urfi, sedangkan untuk penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah menggunakan hasil rukyah.
    Pada masa Nabi SAW dan pada masa para sahabat penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tidak pernah ada masalah, kalaupun berbeda, itu disebabkan karena adanya perbedaan dari hasil pengamatan sebagaimana dalam hadits Quraib yang kemudian dijadikan landasan hukum penggunaan matlak.  

MACAM-MACAM KALENDER.
1.      Kalender Syamsiyah / Solar Calender
    Kalender syamsiyah/solar kalender adalah kalender yang perhitungannya didasarkan kepada peredaran matahari semu mengelilingi bumi sebagai dampak dari bumi berputar mengelilingi matahari yang ditempuh selama 365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik.
    Kalender syamsiyah dimulai tahun 46 SM, dengan sebutan tuhun Julian yang berasal dari kata Julius Caisar (Kaisar Julius), kemudian dengan kelahiran nabi Isa Al-masih umat Nasrani memberi nama tahun syamsiyah ini dengan sebutan tahun Masehi.
    Sistem kalender syamsiyah (masehi) sampai saat ada dua periode, yaitu periode Julian dan periode Gregorian (Paus Gregorius XIII). Periode Julian dimulai tahun 46 sebelum masehi dan berakhir pada hari Kamis, 4 Oktober 1582 M. Sedangkan periode Gregorian dimulai hari Jum’at, 5 Oktober 1582 M hingga sekarang.
    Dalam kalender Julian ditetapkan bahwa, setiap empat tahun terdiri dari tiga tahun basithah dan satu tahun kabisat. Hal ini disebabkan bahwa, masa bumi mengelilingi matahari (pada waktu itu, masa matahari mengelilingi bumi) adalah 365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik, yang kemudian oleh Julian dibulatkan menjadi 365 hari 6 jam atau 365,25 hari, sehingga tahun pertama diberi umur 365 hari (6jam atau 0,25 hari disimpan), tahun kedua diberi umur 365 (simpanan menjadi 12 jam atau 0,5 hari), tahun ketiga diberi umut 365 hari (simpanan menjadi 18 jam atau 0,75 hari), tahun keempat diberi umur 366 hari (simpanan 0 jam dan juga 0 hari). Tahun pertama, kedua dan ketiga disebut tahun basithah, sedangkan tahun keempat disebut tahun kabisat. Perbedaan satu hari dimasukkan pada bulan Pebruari, untuk tahun basithah bulan Pebruari berumur 28 hari, sedangkan untuk tahun kabisat bulan Pebruari berumur 29 hari.
    Ketetapan yang dilakukan oleh Julian ini ada bilangan yang terabaikan sebesar 0 jam 11 menit 14,8 detik (365 hari 6 jam dikurangi 365 hari 5 jam 48 menit 45,2 detik). Dalam masa 128 tahun bilangan yang terabaikan tersebut (0 jam 11 menit 14,8 detik dikalikan 128) akan terkumpul sebanyak 23 jam 59 menit 34,4 detik (1 hari kurang 25,6 detik). Oleh karena itu pada tahun 325 M saat consili II di Necia penanggalan Julian diadakan perubahan dengan melakukan loncatan 3 hari, namun sayang tepatnya pada tanggal berapa, tidak tercatat dalam sejarah.
    Kalender Gregorian tidak lain adalah bersifat menyempurnakan terhadap kalender Julian. Karena kalender Julian itu selalu didalam 4 tahun terdiri dari 3 tahun basithah dan 1 tahun kabisat, maka pada hari Kamis, 4 Oktober 1582 M., penanggalan Julian dinyatakan terlambat 10 hari ((1583-325)/128).
Untuk mengembalikan kalender syamsiyah (masehi) seiring dengan perjalanan matahari, Paus Gregorious XIII mengeluarkan dua ketetapan, yaitu:
(1). Penanggalan dilakukan loncatan 10 hari. Semula hari Kamis, 4 Oktober 1582 M., hari berikutnya Jum’at, langsung tanggal 15 Oktober 1582 M. 
(2). Tahun abad atau ratusan yang tidak habis dibagi 400 (tahun: 1700, 1800, 1900, 2100, 2200 dan sebagainya) ditetapkan sebagai tahun basithah (bulan Pebruari hanya berumur 28 hari).   
    Berdasarkan hasil Konferensi Miridian Internasional pada bulan oktober 1884 M di Washington DC yang dihadiri oleh perwakilan dari 25 negara, yakni: Austria, Brazil, Hungaria, Chile, Colombia, Costa Rica, Perancis, Jerman, Guatemala, Inggris, Hawai, Italia, Jepang, Liberia, Meksiko, Belanda, Paraguai, Rusia, San Domingo, Spanyol, Swedia, Swis, Turki, Venezuela, Salvador dan Amerika Serikat, telah menetapkan waktu pemersatu secara internasioal, yaitu Green Wich Mean Time (GMT). Untuk Local Mean Time, ke barat dikurangi ketimur ditambah sebesar jarak bujurnya dari Green Wich  dengan ketentuan setiap 15 derajat adalah 1 jam.
2.      Kalender Kamariyah.
    Kalender kamariyah adalah kalender yang perhitungannya didasarkan kepada peredaran bulan mengelilingi bumi yang ditempuh selama 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik.
Di Indonesia ada dua kalender yang menggunakan acuan kalender kamariyah, yaitu kalender Hijriyah dan kalender Jawa Islam.
    Kalender Hijriyah adalah kalender kamariyah yang tahunnya terhitung sejak hijrahnya Rasulullah SAW dari Makkah al-mukarramah menuju Madinah al-munawwarah, sedangkan tahun Jawa Islam adalah kalender saka yang diIslamkan oleh Sultan Agung. Tahun Jawa Islam semula adalah syamsiyah yang tahunnya terhitung sejak tahun 78 M., akan tetapi untuk di Jawa, sejak tahun 1555 Jawa (1043 H / 1633 M) telah diubah menjadi kamariyah oleh Sultan Agung, sehingga tahun Jawa Islam hampir seiring dengan kalender hijriyah.
    Dalam kalender Hijriyah ada banyak sistem perhitungan (hisab), yaitu: sistem perhitungan (hisab) urfi, sistem perhitungan (hisab) hakiki taqribi, sistem perhitungan (hisab) hakiki bit-tahqiq dan sistem perhitungan (hisab) kontemporer.
      a. Hisab Urfi.
    Sistem perhitngan (hisab) urfi adalah salah satu sistem hisab yang hanya didasarkan kepada masa ijtima’ rata-rata, 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik, sehingga umur bulan selalu bergantian antara 30 hari dan 29 hari. Kelebihan 44 menit 2,8 detik dalam waktu 30 tahun terkumpul sebanyak 264 jam (11  hari) lebih 16 menit 48 detik. Oleh sebab itu dalam hisab urfi untuk masa 30 tahun, ditetapkan yang 11 tahun sebagai tahun kabisat dan yang 19 tahun sebagai tahun basithah.
    Tahun kabisat jatuh pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26 dan 29, selain tahun-tahun tersebut adalah tahun basithah (1, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28 dan 30). Tahun kabisat berumur 355 hari (bulan Dzulhijjah 30 hari), sedangkan tahun basithah berumur 354 hari (bulan Dzulhijjah 29 hari).
    Dalam proses perhitungannya hisab urfi sangat sederhana, yaitu tahun Hijriyah dibagi 210, hasilnya dibuang, sisanya dibagi 30, hasilnya dikalikan 5, sisanya dipisahkan untuk tahun kabisat dikalikan 5 dan basithah dikalikan 4. Kemudian dijumlahkan dan ditambah 1. Jumlahnya dibagi 7, sisanya adalah hari tanggal 1 Muharram tahun yang dihitung. Bulan-bulan setelah Muharram tinggal menambah perbedaan hari untuk bulan ganji tambah 2 hari, untuk bulan genap tambah 1 hari.
       b. Hisab Hakiki Taqribi.
    Hisab hakiki taqribi, adalah salah satu sistem hisab yang pada umumnya hanya berkonsentrasi pada perhitungan ijtima’/konjungsi, dan perhitungannyapun sangat sederhana hanya melakukan penjumlahan-penjumlahan dan perkaliannyapun hanya terjadi dua kali al-bu’d al-ghair al-mu’addal dikalikan 5 menit busur, dan al-bu’d al-mu’addal dikalikan khishshah as-sa’ah. Kemudian untuk mendapatkan tinggi bulan cukup jam ghurub dikurangi jam ijtima’, kemudian dikalikan ½ derajat.
    Hisab hakiki taqribi dapat dijumpai dalam banyak kitab falak, yang antara lain: sulamun-nayyirain, fathur-raufil mannan dan semacamnya, bahkan dalam kitab al-khulashah al-wafiyyah (K.H. Zubair Umar Al-Jailany) untuk menuju perhitungan ke hisab hakiki bit-tahqiq juga harus memperhitungkan hisab hakiki terlebih dahulu.
    Ijtima’ yang diperoleh dari perhitungan dengan hisab hakiki taqribi biasanya lebih cepat (awal) dari ijtima’ yang dihitung menggunakan hisab hakiki bittahqiq ataupun kontemporer.  
      c. Hisab Hakiki bit-tahqiq.
    Hisab hakiki bit-tahqiq adalah salah satu sistem hisab yang sudah mengunakan rumus-rumus segitiga bola, yang sudah barangtentu hasilnya lebih teliti dibanding hisab hakiki taqribi.
    Dalam hisab hakiki bit-tahqiq tidak hanya menghitung ijtima’ akan tetapi juga memperhitungkan waktu terbenamnya matahari, tinggi matahari saat ghurub, tinggi bulan hakiki saat ghurub, tinggi bulan mar’i saat ghurub, azimuth matahari, azimuh bulan dan posisi bulan di suatu tempat. Dengan demikian maka dibutuhkan data-data lengkap untuk tempat yang dijadikan markaz perhitungan (bujur, lintang dan tinggi tempat), juga data-data lengkap untuk matahari dan bulan (thul syams, thul qamar, asensio rekta matahari, asensio rekta bulan, deklinasi matahari dan bulan, equation of time matahari dan sebagainya).
      d. Hisab Hakiki Kontemporer.
    Hisab hakiki kontemporer adalah salah satu sistem hisab yang sudah mutakhir, yang senantiasa disempurnakan mengikuti dan menyesuaikan keadaan yang sebenarnya. Sistem hisab ini sangat memudahkan pengguna, karena pada umumnya adalah menggunakan program, sehingga pengguna tinggal klik klik saja tanpa repot-repot sudah dapat menghasilkan apa yang dibutuhkan baik yang menyangkut waktu terbenam matahari, deklinasi matahari, deklinasi bulan, tinggi matahari, tinggi bulan, azimuth matahari, azimuth bulan sampai elongasi.
3.      Kalender Kamariyah Syamsiyah (Luni Solar).
    Kalender syamsiyah kamariyah (luni solar) adalah sistem kalender yang perhitungannya didasarkan kepada peredaran matahari semu dan peredaran bulan. Memadukan antara syamsiyah dan kamariyah, sehingga satu tahun bisa berumur 354 hari, 355 hari, 383 hari, 384 hari dan 385 hari.
    Kalender yang menganut sistem ini antara lain adalah kalender im yan lik yang sering disebut tahun imlek.

AYAT-AYAT AL-QUR’AN DAN HADITS-HADITS SERTA PENDAPAT PARA IMAM MADZHAB YANG BERHUBUNGAN DENGAN HISAB DAN RUKYAH.

A. AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG BERHUBUNGAN DENGAN HISAB RUKYAT

1. Surat Yunus ayat 5
    
هو الذي جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصل الآيات لقوم يعلمون

Artinya:

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. [2]

2. Al-Baqarah 185:
فمن شهد منكم الشهر فليصمه
Artinya:

Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.

3. Al-Isra’ 12

وجعلنا الليل والنهار ءايتين فمحونا ءاية الليل وجعلنا ءاية النهار مبصرة لتبتغوا فضلا من ربكم ولتعلموا عدد السنين والحساب وكل شيء فصلناه تفصيلا
Artinya:

Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas [3].

4. Al-Baqarah 189:

يسألونك عن الأهلة قل هي مواقيت للناس والحج وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولكن البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها واتقوا الله لعلكم تفلحون
Artinya:

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung [4].

5. Al-An’aam 96-97

فالق الإصباح وجعل الليل سكنا والشمس والقمر حسبانا ذلك تقدير العزيز العليم(96)وهو الذي جعل لكم النجوم لتهتدوا بها في ظلمات البر والبحر قد فصلنا الآيات لقوم يعلمون(97)
Artinya:

Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui [5].


6. Ar-Rahman 5:

الشمس والقمر بحسبان
Artinya:

Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan [6].


7. Al-Anbiya’ 33:

وهو الذي خلق الليل والنهار والشمس والقمر كل في فلك يسبحون

Arinya:

Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya [7].
8. Dan lainnya.


B. HADITS-HADITS YANG BERHUBUNGAN DENGAN HISAB RUKYAT.



1.    عن ابى هريرة رضى الله عنه قال قال ابوالقا سم صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته  فإ ن غـبي عـليكم فأ كملوا عـدة شـعـبان ثلاثين  ( رواه البخارى  )   [8]

Artinya :
Berpuasalah kalian karena melihat ( rukyah ) hilal, dan berbukalah kalian karena melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban tiga puluh ( H.R. Al-Bukhari ).

2.    لا تصـوموا حتّى ترواالهلال  ولا تفـطروا حتّى تروه  فإ ن غـم عـليكم  فا فـدرواله  (رواه البخارى ومسلم )    [9]

Artinya:
Janganlah kalian berpuasa sebelum melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka sebelum melihatnya. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka perkirakanlah ia  (H.R. Al-Bukhari dan Muslim ). 

3.       صوموا ترؤيته وافطروا لرؤيته  فإ ن غـم عـليكم فا فـدرواله ثلاثين     ( رواه مسلم )[10]

Artinya:
Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihatnya. Maka jika ia tertutup awan, maka perkirakanlah ia tiga puluh.  ( H.R. Muslim ).

4.    عـن عبد الرحمن بن زيد بن الخطاب انه خطب الناس فىاليوم الذي يشك فيه فقال: الا انى جالست اصحاب رسول الله ص م وسالتهم وانهم حدّ ثونى ان رسول الله ص م قال صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته وانسكوالها، فان غم عليكم فاكملوا ثلاثينּ فان شهد شاهدان فصوموا وافطرواּ   ( رواه النسائى )   [11]

Artinya:
Dari Abdur Rahman bin Zaid Al-Khattab sesungguhnya dia berkhutbah dihadapan manusia pada hari syak ( dibimbangkan padanya  ) dia berkata : Ingatlah sesungguhnya saya duduk bersama para shahabat Rasulullah SAW. lalu saya bertanya kepada mereka, kemudian mereka bercerita kepadaku : Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda : Berpuasalah kalian karena melihatnya ( hilal ) dan berbukalah karenanya serta beribadah karenanya. Bila tertutup oleh mendung bagi kalian, maka sempurnakanlah tiga puluh. Kemudian jika telah disaksikan oleh dua orang saksi, maka berpuasalah dan berbukalah. ( H.R. Nasai ).

         عن كريب انّ امّ الفضل بنت الحارث بعثته الى معاويه بالشام قال׃ فقدمت الشام فقضيت حاجتها واستهلّ على رمضان وانا بالشام فرايت الهلال ليلة الجمعة ثم قدمت المد ينة فى أخر الشهر فسألنى عبد الله بن عباس رضى الله عنهما ثم ذ كر الهلال، فقال ׃ متى رايتم الهلال ؟ فقلت :  رايناه ليلة الجمعة فقال :  انت رايته ؟ فقلت :  نعم ، وراه الناس وصاموا وصام معاويه، فقال: لكنا رايناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه، فقلت :  اولا تكتفى برؤية معاويه و صيامه ؟ فقال : لا، هكذا امرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم   ( رواه مسلم )[12]
Artinya :
Dari Kuraib, sesungguhnya dia diutus oleh Ummul-Fadhli binti Al-Harits ke Syam untuk menemui Mu’awiyah, Dia berkata: Saya sampai di Syam, lalu saya selesaikan keperluan Ummul-Fadhli. Sewaktu di Syam terjadilah rukyah hilal Ramadhan, saya melihat hilal pada malam Jum’at, kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir bulan. Abdullah bin Abbas bertanya kepada saya, dia berkata: kapan kamu melihat hilal ? saya jawab: saya melihat malam Jum’at. Dia bertanya lagi : engkau sendiri melihatnya ?  Jawab saya: ya, dan orang banyakpun melihatnya pula lalu mereka berpuasa dan Mu’awiyah juga berpuasa. Kemudian Abdullah berkata: tetapi kami melihat hilal malam Sabtu, maka kami tereskan puasa kami sampai sempurna 30 hari atau sampai kami melihat hilal. Lalu saya bertanya: Apakah tidak cukup dengan hasil rukyat Mu’awiyah dan puasanya ? Abdullah menjawab: Tidak ! Begitu Rasulullah SAW memerintahkam kami. HR. Muslim.
C. PENDAPAT PARA ULAMA IMAM MADZHAB
 
a. Para Imam Madzhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul hilal atau istikmal. Perhatikan Al-Fiqh alal Madzahil Ar-ba’ah, Jilid I hal 551 )
b. Demikian juga Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ , Jilid IV hal 269.


AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1435 H.

1.      AWAL RAMADHAN 1435 H.
            Ijtimak Akhir Sya’ban 1435 H. akan terjadi pada hari Jum’at Paing, 27 Juni 2014 M./29 Sya’ban 1435 H. pk. 15:09:40 WIB. Pada saat pelaksanaan rukyatul hilal hari Jum’at Paing, 27 Juni 2014 M./ 29 Sya’ban 1435 H.  ketika matahari terbenam untuk wilayah Indonesia, hilal terbelah ada yang sudah di atas ufuk dan ada yang masih di bawah ufuk, antara lain: Merauke -00 26’ 27”, Sabang -00 15’ 03, sedangkan untuk Pelabuhan Ratu tinggi bulan mar'i adalah +00 12’ 06”. 
          Memperhatikan keadaan hilal akhir Sya’ban 1435 H yang membelah Indonesia menjadi 2 yaitu positip dan negatip, bahkan mayoritas adalah negatip, termasuk negatip adalah Negara Bunai Darussalam, Singapura, Malaisia, Timur Tengah termasuk Arab Saudi, maka penulis mengusulkan 1 Ramadhan 1435 H jatuh hari Ahad Wage, 29 Juni 2014 M.

2.      AWAL SYAWAL 1435 H.
    Ijtimak Akhir Ramadhan 1435 H. akan terjadi pada hari Ahad Paing, 27 Juli 2014 M / 29 Ramadhan 1435 H, pukul 05:42:59 WIB. Pada saat pelaksanaan rukyatul hilal pada hari tersebut, yaitu hari Ahad Paing, 27 Juli 2014 M / 29 Ramadhan 1433 H. ketika matahari terbenam untuk seluruh wilayah Indonesia dari timur ke barat hilal mar'i sudah positip (di atas ufuk) antara lain: Merauke +02 31’ 18”, Sabang +02 26’ 56, sedangkan untuk Pelabuhan Ratu tinggi bulan mar'i adalah +03 12’ 50”
    Mengingat keadaan hilal akhir Ramadhan 1435 H di seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai ketinggian di atas 2°, umur  di atas 8 jam dan elongasinya sudah mencapai 3°,  maka penulis mengusulkan 1 Syawal 1435 H jatuh hari Senin Pon, 28 Juli 2014 M




[1]  Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasioanal di  Majlis Muzakarah Al-Azhar Jakarta, hari Selasa, 5 Sya’ban 1435 H./3 Juni 2014  M.
[2] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, Jakarta, 1982-1983, hal. 306
[3] Ibid, hal. 426
[4] Ibid, hal.   46 
[5] Ibid, hal. 203 
[6] Ibid, hal. 885
[7] Ibid, hal.  499
[8]   Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, Al Ma’arif, tt, hal.327. Perhatikan juga dari Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Darul Fikri,  hal 438.    
[9]  Ibid.
[10]. Ibid
                       [11]. Imam Nasai, Sunan Nasai, Juz IV, Dar Ikhya Al Tarats Al ‘Arabiy, Beirut – Libanan, hal. 132-133
[12]. Imam Muslim, Shahih Muslim,  Op Cit, hal. 440

Tidak ada komentar:

Posting Komentar